Pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu: Pajak Negara dan Pajak Daerah.

PAJAK NEGARA

Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah:

1 Pajak Penghasilan (PPh)

Dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No.7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008. Undang-undang Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PBDR 1970.

2 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM).

Dasar hukum pengenaan PPN && PPn BM adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 42 Tahun 2009. Undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti UU Pajak Penjualan 1951. 

3 Bea Meterai

Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-undang No. 13 Tahun 1985. Undang-undang Bea Meterai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan Undang-undang Bea Meterai yang lama (Aturan Bea Meterai 1921).

4 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994. Undang-undang PBB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti:

Ordonansi Pajak Rumah Tangga tahun 1908.

Ordonansi Verponding Indonesia tahun 1923.

Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932.

Ordonansi Verponding tahun 1928.

Ordonansi Pajak Jalan tahun 1942.

Undang-undang Darurat nomor 11 tahun 1937 khususnya pasal 14 bt

Undang-undang nomor 11Prp.Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi,

5 Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adal Undang-undang No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2000. Undang-undang BPHTB berlaku sajak tanggal 1 Januari 1998 menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DASAR HUKUM

Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.


PAJAK DAERAH

Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan Pajak Daerah antara lain:

1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat..

3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

4. Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak. 

5. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai degan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.


JENIS PAJAK DAN OBJEK PAJAK

Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Pajak Provinsi, terdiri dari:

Pajak Kendaraan Bermotor;

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

Pajak Air Permukaan; dan

Pajak Rokok.

2. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari:

Pajak Hotel;

Pajak Restoran;

Pajak Hiburan;

Pajak Reklame;

Pajak Penerangan Jalan;

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

Pajak Parkir;

Pajak Air Tanah;

Pajak Sarang Burung Walet;

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Khusus untuk Daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis Pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari Pajak untuk daerah provinsi dan Pajak untuk daerah kabupaten/kota.

TARIF PAJAK

Tarif untuk setiap jenis pajak adalah:

1. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi ditetapkan sebagai berikut:

untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor pertama paling rendah sebesar 1% (satu persen) dan paling tinggi sebesar 2% (dua persen); 

untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).;

2. Tarif pajak Kendaraan bermotor angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan Kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dan paling tinggi sebesar 1% (satu persen).

3. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% (nol koma satu persen) dan paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen).

4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing masing sebagai berikut:

penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen);dan

penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen).

5. Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut:

penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan

penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh puluh lima persen):

6. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen). Khusus tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% (lima puluh persen) lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor untuk kendaraan pribadi;

7. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen);

8. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok;

9. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen);

10. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen);

11. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen);

12. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen);

13. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen);

14. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (dua puluh lima persen);

15. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen);

16. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen)

17. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen);

18. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen)

19. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen).

Tarif pajak tersebut di atas ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).


KEDALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Hak untuk melakukan penagihan Pajak menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.


RETRIBUSI DAERAH

Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah antara lain:

1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

2. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

5. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang. Prasarana sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


OBJEK RETRIBUSI DAERAH

Yang menjadi Objek Retribusi Daerah adalah:

1. Jasa Umum,

2. Jasa Usaha, dan

3. Perizinan Tertentu.


Retribusi Jasa Umum

Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum. Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau Badan. Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:

1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan,

3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;

4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;

5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;

6. Retribusi Pelayanan Pasar;

7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor,

8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;

9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

10. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;

11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair,

12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan

14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.


Retribusi Jasa Usaha

Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:

1. pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/atau

2. pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:

1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

2. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;

3. Retribusi Tempat Pelelangan;

4. Retribusi Terminal;

5. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

6. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;

7. Retribusi Rumah Potong Hewan;

8. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;

9. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;

10. Retribusi Penyeberangan di Air; dan

11. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.


Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi yang dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah: 

1. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;

2. Retribusi Izin Gangguan;

3. Retribusi Izin Trayek; dan

4. Retribusi Izin Usaha Perikanan

5. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;


SUBJEK RETRIBUSI DAERAH

Subjek Retribusi Daerah adalah sebagai berikut: 

1. Retribusi Jasa Umum adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

2. Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.

3. Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau badan yang memnerolah izin tertentu dari Pemerintah Daerah.


PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Prinsip dan sasaran penetapan tarif retribusi adalah sebagai berikut:

1. Retribusi Jasa Umum, ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Yang dimaksud dengan biaya di sini meliputi biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bunga, dan biaya modal.

2. Retribusi Jasa Usaha, didasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak, yaitu keuntungan yang diperoleh apabila pelayanan jasa usaha tersebut dilakukan secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

3. Retribusi Perizinan Tertentu, didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. Yang dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin di sini meliputi penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.


TATA CARA PEMUNGUTAN RETRIBUSI

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daeran (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan berupa karcis, kupon, dan kartu langganan. Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Penagihan Retribusi terutang sebagaimana didahului dengan Surat Teguran. Tata cara pelaksanaan pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah,

PEMANFAATAN RETRIBUSI

Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan vang bersangkutan. Ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


KEDALUWARSA PENAGIHAN RETRIBUSI

Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.