DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

Definisi atau pengertian pajak memurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1 luran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. luran tersebut berupa uang (bukan barang).

2 Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3 Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4 Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

FUNGSI PAJAK

Ada dua fungsi pajak, yaitu:

1 Fungsi budgetair. 

Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran pengeluarannya.

2 Fungsi mengatur.

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Contoh penerapan pajak:

a Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras.

b Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif.

c Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia.


SYARAT PEMUNGUTAN PAJAK

Agar pemungutan pajak tidak menimbuikan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1 Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

2 Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

3 Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekomomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat

4 Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

5 Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

Contoh:

Bea Meterai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%.

Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (orang pribadi).


TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUNGUTAN PAJAK

Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut pajak? Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain adalah:

1 Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2 Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.

3 Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikuldapat digunakan 2 pendekatan yaitu:

Unsur objektif, dengan 'melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.

Unsur subjektif, dengan memperhatikan besamya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi,

Contoh Progresif (Daya pikul):

Tuan A Penghasilan/bulan status menikah punya 3 anak dengan penghasilan 2jt

Tuan B Penghasilan/bulan status bujangan dengan penghasilan 2jt


Secara objektif PPh untuk tuan A sama besarnya dengan tuan B, karena mempunyai penghasilan yang sama besarnya.

Secara subjektif PPh untuk tuan A lebih kecil dari pada tuan B, karena kebutuhan materiil yang harus dipenuhi tuan A lebih besar.


HUKUM PAJAK MATERIIL DAN HUKUM PAJAK FORMIL

Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak Ada 2 macam hukum pajak yakni:

1 Hukam pajak materil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak.

Contoh: Undang-undang Pajak Penghasilan.

2 Hukum pajak formil, memuat bentuk tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materil). Hukum ini memuat antara lain:

Tata cara penyelengaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.

Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadup para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan,dan hak-hak Wajib Pajak misalrya mengajukan keberatan dan banding

Contoh Hukum pajak formil: Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

PENGELOMPOKAN PAJAK

1 Menurut golongannya

Pajak langsing, yaitu pajak yung harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak daput dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.

Pajak tidak langsung, yaitu pajak yung pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2 Menurut sifatnya

Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atuu berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan kendaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambaban Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3 Menurut lembaga pemungutnya

Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai.

Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:

Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK

1 Stelsel Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel : 

Stelsel nyata (riel stelsel). Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

Stelsel anggapan (fictieve stelsel). Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya.

Stelsel campuran. Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapal. kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya, Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

2 Asas Pemungutan Pajak

Asas domisili (asas tempat tinggal). Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

Asas sumber. Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

Asas kebangsaan. Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

3 Sistem Pemungutan Pajak

Official Assessment System. Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

Wajib Pajak bersifat pasif.

Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

Self Assessment System. Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

Wewenang untuk menentukan besamya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,

Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

With Holding System. Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.


TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak:

Ajaran Formil. Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system.

Ajaran Materiil. Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal :

Pembayaran,

Kompensasi,

Daluwarsa,

Pembebasan dan penghapusan.


HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi:

1 Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain:

Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2 Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:

Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).


TARIF PAJAK

Ada 4 macam tarif pajak :

1 Tarif sebanding/proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besanya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

Contoh:

Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

2 Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besamya pajak yang terutang tetap.

Contoh:

Besarnya tarif Bea Meterai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.

3 Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Contoh : pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak:

5% Sampai dengan Rp 50.000.000,00

15% Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00

25% Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00

30% Di atas Rp500.000.000,00

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi:

Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin besar

Tarif progresif tetap: kenaikan persentase tetap

Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil.

4 Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.