• Perbankan merupakan sektor usaha yang diatur dengan sangat ketat karena alasan-alasan tertentu. 
  • Bagian pertama bab ini membicarakan manajemen risiko yang dirumuskan oleh Komite Basel, yang berujung pada perhitungan modal yang berbasis risiko. Pembicaraan diteruskan dengan membahas peraturan manajemen risiko bank di Indonesia. 
  • Bagian kedua membicarakan manajemen risiko di Chase Manhattan Bank. Chase merupakan bank dengan operasi global. 
RISIKO PERBANKAN 

  • Komite Basel merupakan komite yang terdiri dari perwakilan bank sentral dari negara G10 plus dua negara lainnya, yang mempunyai tiga tujuan dalam kaitannya dengan regulasi mengenai perbankan. 
  • Ketiga tujuan tersebut adalah: 1. Memperkuat kelayakan dan stabilitas sistem perbankan internasional 2. Menciptakan kerangka yang adil untuk mengukur kecukupan modal bank internasional 3. Mempunyai kerangka yang bisa diterapkan secara konsisten untuk menyamakan ‘level playing field’ (ketidaksamaan landasan kompetisi) antar bank internasional.
  • Komite tersebut merumuskan regulasi perbankan, yang pada akhirnya banyak diadopsi oleh regulator perbankan di negara lainnya. Bagian ini membicarakan rumusan aturan yang dikembangkan oleh komite Basel. 
  • Komite Basel 1 untuk pengawasan perbankan didirikan pada tahun 1974 oleh gubernur bank sentral Negara G10 plus 2 negara lainnya (Spanoly dan Luxemburg). 
Belgia
Kanada
Perancis
Jerman
Italia
Jepang
Belanda
Swedia
Swis
Inggris
Amerika Serikat
Spanyol
Luxemburg




  • Salah satu rumusan Basel 1 untuk mencapai tujuannya adalah konsep risk weighted assets (Aset berbobot risiko). Aset berbobot risiko adalah aset bank yang dikalikan dengan bobot risiko (risk weight), yang kemudian dipakai untuk perhitungan modal yang disyaratkan. Semakin tinggi risiko aset bank, semakin tinggi bobot risiko aset tersebut. 
  • Komite Basel menggunakan lima kategori kelas aset, yang berarti menggunakan lima kategori bobot risiko, yaitu 0%, 10%, 20%, 50%, dan 100%. 
Kategori Aset
Bobot Risiko (%)
Kas
Pinjaman kepada pemerintah pusat Negara OECD
Pinjaman kepada pemerintah local Negara OECD dan sektor public Negara OECD
Pinjaman antar bank OECD dan bank pembangunan internasional
Bank Non-OECD dengan jangka waktu kurang 1 tahun
Pinjaman hipotik (mortgage)
Pinjaman ke perusahaan dan personal
Bank Non-OECD jangka waktu lebih dari 1 tahun
Hutang pemerintah non-OECD
0
0

0-50

20
20
50
100
100
100
  • Sebagai contoh, misal bank memberikan pinjaman kepada bank non-OECD dengan jangka waktu enam bulan, sebesar Rp1 milyar. Aset berbobot risiko untuk pinjaman tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.
Aset berbobot risiko  =  Rp1 milyar  x  20%  = Rp200 juta
  • Selanjutnya, Komite Basel merumuskan target rasio modal yang ditetapkan sebesar 8% dari aset berbobot risiko. Target rasio modal bisa dirumuskan sebagai berikut ini.
Target rasio    Eligible capital
Modal =  -------------------------------   x  100%  = 8%
Risk weighted assets

  • Dalam contoh di atas, modal yang diperlukan (yang dipegang) jika bank memberikan pinjaman kepada bank non-OECD adalah:
Eligible capital = 0,08 x Rp200 juta = Rp16 juta 
  • Perhatikan bahwa jika bank mempunyai aset dengan risiko yang tinggi, maka bank tersebut harus memegang modal yang juga lebih besar.
Ekuivalen Risiko Kredit 
  • Item-item off-balance sheet (diluar neraca tetapi mempunyai konsekuensi sama dengan item on-balance sheet) harus dimasukkan dalam perhitungan modal.
  • Contoh item on-balance sheet: hutang
  • Contoh item off-balance sheet: menjamin (berjanji) akan memberikan hutang
  • Item off-balance sheet dirubah ke on-balance sheet melalui faktor konversi
Item off-balance sheet
CF
(Conversion factor)
Penjaminan
Item kontinjensi yang berkaitan dengan transaksi tertentu
Perjanjian jual beli dengan recourse (risiko kredit masih di bank)
Komitmen lainnya dengan jangka waktu kurang dari satu tahun
Komitmen lainnya jangka waktu kurang dari satu tahun,
Bisa dibatalkan setiap saat
100%
50
100
50

0
  • Kontrak derivative merupakan kontrak kontinjensi (off balance sheet) lainnya, tetapi mendapat perlakukan khusus. 
  • Contoh kotrak tersebut adalah forward, futures, opsi, dan swap (lihat bab mengenai derivative). 
  • Dalam kontrak derivative, besarnya kewajiban biasanya tidak sebesar nilai nominal kontrak. Sebagai contoh, misal dua bank melakukan swap tingkat bungan dengan nilai nominal Rp1 milyar. Bank A membayarkan tingkat bunga tetap sebesar 10% kepada bank B. Sebaliknya, bank B membayarkan tingkat bunga mengambang ke bank A (misal LIBOR+1%). Jika tingkat bunga LIBOR adalah 11%, maka bank A membayarkan 10%, dan menerima 12%. Dalam hal ini bank A hanya menerima sisa sebesar 2% (12% -10%), kemudian dikalikan dengan nilai nominalnya sebesar Rp1 milyar, yaitu Rp20 juta. Bank A menerima Rp20 juta meskipun nilai kontraknya adalah Rp1 milyar. 
  • Ada dua metode perhitungan credit equivalence untuk kontrak derivative, yaitu: Current exposure method, Originak exposure method
Current Method
  • Credit equivalence (CE) untuk transaksi derivative sebagai berikut ini.
CE = nilai pasar saat ini + (notional amount x add on)
  • Tambahan (add on) dilakukan karena risiko kredit dari transaksi derivative bisa berubah-ubah (tidak konstan). Untuk mengantisipasi perubahan risiko kredit tersebut, maka ada semacam ‘cadangan’ kompensasi untuk kenaikan risiko kredit. 
Sisa jangka waktu
Tingkat bunga
Kurs dan Emas
Saham
Logam berharga (kecuali emas)
Komoditas lainnya
< 1 tahun
>1 dan < 5 tahun
> 5 tahun
0%
0,5
1,5
1,0
5,0
1,5
6,0
8,0
10,0
7,0
7,0
8,0
10,0
12,0
15,0
Misalkan Bank A melakukan kontrak swap dengan bank OECD senilai Rp1 milyar dengan jangka waktu enam tahun. Sisa kontrak adalah dua tahun (kontrak sudah berjalan selama empat tahun). Bank A berjanji untuk membayar bunga tetap 5%, dan akan menerima tingkat bunga LIBOR (tingkat bunga mengambang, bisa berubah-ubah. Biasanya perubahan diatur setiap enam bulan). Tingkat bunga saat ini mengalami kenaikan sehingga swap tersebut bernilai positif, misal nilai pasar kontrak tersebut adalah Rp150 juta. Berapa modal yang harus dipegang bank tersebut?

METODE ORIGINAL EXPOSURE
Jangka waktu
Kontrak tingkat bunga
Kontrak Valas dan emas
< 1 tahun
1 < jk waktu < 2 tahun
Setiap tambahan 1 tahun
0,5%
1,0
1,0
2%
5,0
3,0
Untuk menghitung Credit Equivalence, angka tersebut (dalam tabel di atas), dikalikan dengan nilai nominal untuk perhitungan CE. Dengan metode tersebut, bank tidak perlu untuk menghitung nilai pasar kontrak tersebut. 

ELIGIBLE CAPITAL
  • Tier 1: Saham biasa yang disetor penuh dan saham preferen non-kumulatif perpetual, dan disclosed reserves
  • Tier 2: Undisclosed reserves, cadangan dari revaluasi aset, provisi umum, cadangan kerugian kredit, instrument hybrid, dan hutang subordinasI
  • Tier 2 tidak boleh melebihi 50% dari total modal. 
Modal dasar tidak memasukkan:
  • Goodwill
  • Investasi pada perusahaan keuangan dan banking yang tidak dikosolidasi
  • Investasi pada modal bank lain dan perusahaan keuangan (berdasarkan kebijakan pengawas di Negara tersebut)
  • Investasi minoritas di perusahaan/bank yang tidak dikonsolidasi
Tier 3 hanya bisa digunakan hanya untuk mendukung portofolio perdagangan. 

Perbaikan Risiko Pasar (Market Risk Amendment 1996) 
  • Metode yang dikembangkan Basel Accord tersebut masih mempunyai kekurangan, terutama sensitivitas terhadap risiko yang dirasa masih kurang. Pada tahun 1996 komite Basel mengeluarkan Market Risk Amendment 1996. 
  • Amendment tersebut memfokuskan pada risiko pasar. Perbaikan (amendment) tersebut dilakukan setelah komite melakukan investigasi mengenai metodologi internal yang sering digunakan oleh bank-bank besar untuk mengukur risiko perbankan. Metodologi tersebut seringkali berbeda secara signifikan dengan metode aset berbobot risiko yang dikembangkan oleh komite Basel. Investigasi tersebut mengarah pada penerimaan metodologi internal yang dikembangkan oleh bank-bank besar tersebut. 
  • Model kuantitatif yang banyak digunakan oleh bank dan akhirnya diadopsi oleh komite Basel adalah VAR (Value At Risk). Bab mengenai pengukuran risiko pasar membicarakan tehnik perhitungan VAR. 
Basel II
  • Basel I mempunyai kelemahan seperti risiko yang dicakup untuk perhitungan permodalan adalah risiko kredit, yang kemudian diperbaiki dengan memasukkan risiko pasar. 
  • Bobot risiko untuk risiko kredit masih ‘kasar’ dimana untuk pinjaman kepada perusahaan, hanya mempunyai satu tingkat pembobotan, yaitu 100%. Padahal risiko kredit perusahaan bisa berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, perusahaan dengan rating rendah (misal AAA) mempunyai risiko yang rendah. Menggunakan hanya satu tingkat risiko dengan demikian kurang tepat.
  • Pada tahun 1999, komite Basel bekerja sama dengan beberapa bank besar untuk mengembangkan permodalan bank yang baru. Basel II mempunyai kerangka permodalan yang lebih kompleks dibandingkan dengan Basel I. Dari sisi risiko, jika Basel I hanya membicarakan risiko kredit dengan risiko pasar, maka Basel II memasukkan risiko operasional dan lainnya. 
Kerangka (Tiga Pilar) Basel II
  • Pilar 1: Modal minimum
Bank diwajibkan menghitung modal minimum yang harus dipegang untuk menutup risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. 
  • Pilar 2: Review Pengawasan
Proses review pengawasan ditujukan untuk memformalkan praktek sekarang yang dilakukan banyak regulator, khususnya bank sentral Amerika Serikat dan Inggris. Review pengawasan ditujukan untuk memfokuskan perhatian pada perhitungan modal diatas modal minimum pada pilar 1 dan tindakan awal yang diperlukan jika bank mengalami kesulitan.  Pilar 2 juga memasukkan review risiko spesifik yaitu risiko tingkat bunga yang dihadapi perbankan (dituliskan pada paper Juli 2004).
  • Pilar 3: Disclosure
Pilar 3 memfokuskan pada disiplin pasar yang didefinisikan sebagai mekanisme corporate governance internal dan eksternal  di pasar bebas diluar intervensi lansung dari pemerintah. 

  • Basel II untuk pertama kalinya mencantumkan risiko operasional. Dengan demikian Pilar 1 Basel II mencantumkan risiko kredit, pasar, dan operasional. 
  • Risiko operasional didefinisikan sebagai risiko kerugian karena proses internal yang tidak memadai atau gagal, sistem dan orang, dan dari kejadian eksternal. Risiko operasional mencakup aspek yang sangat luas. 
  • Beberapa contoh sumber risiko operasional adalah:
Risiko eksekusi, gangguan bisnis, transaksi
Risiko orang, manajemen yang jelek
Risiko criminal, pencurian, perampokan, dan lainnya
Risiko teknologi, aset fisik
Risiko kepatuhan dan risiko legal
Risiko informasi
Risiko tersebut mencakup aspek yang luas, meskipun ada beberapa risiko yang belum masuk dalam cakupan risiko operasional, seperti risiko bisnis, risiko strategis, dan risiko reputasi.

Review Pengawasan
  • Basel II memasukkan review pengawasan sehingga regulator bisa meminta bank tertentu untuk meningkatkan modalnya jika regulator merasa bahwa bank tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi (risiko lainnya atau residual risks). 
  • Pilar 2 juga mencakup risiko yang spesifik yaitu risiko perubahan tingkat bunga. 
  • Jika suatu bank mempunyai risiko tingkat bunga yang tinggi, maka pengawas bank bisa meminta bank tersebut untuk menambah modalnya. Disamping itu Pilar 2 juga mencakup proses pengawasan sehingga tindakan dini bisa dilakukan jika suatu bank mengalami kesulitan. 
Manajemen Risiko Perbankan Indonesia 
  • Perbankan di Indonesia diawasi oleh Bank Indonesia, yang merupakan bank sentral di Indonesia. 
  • Secara umum, Bank Indonesia mempunyai tujuan untuk mempertahankan nilai Rupiah. 
  • Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia bertanggung jawab terhadap:
Merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter
Menjaga dan mempertahankan sistem pembayaran
Mengatur dan mengawasi perbankan
Manajemen risiko perbankan diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) 5/8/PBI/2003 yaitu mengenai Pelaksanaan Manajamen Risiko Bank. 

  • Bank diharuskan mengelola risiko secara terintegarsi dan membuat sistem, struktur manajemen yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. 
  • Bank Indonesia mengharuskan bank untuk mengelola empat risiko berikut ini:
Pasar: risiko karena harga pasar yang bergerak ke arah yang tidak menguntungkan
Kredit: risiko karena counterparty mengalami gagal bayar (tidak bisa memenuhi kewajibannya)
Operasional: risiko yang terjadi karena proses internal yang gagal, tidak memadai, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan masalah eksternal yang mempengaruhi operasi bank
Likuiditas: risiko yang terjadi karena bank tidak bisa memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo

Untuk bank yang lebih besar dan kompleks, bank juga diharuskan untuk mengelola risiko:
1. Risiko legal: risiko yang muncul karena tindakan atau tuntutan hukum
2. Risiko reputasi: risiko yang muncul karena publisitas dan persepsi negatif mengenai operasi bank
3. Risiko strategis: risiko karena pelaksanaan strategi yang kurang baik, pengambilan keputusan yang kurang baik, kurangnya respons terhadap perubahan eksternal
4. Risiko kepatuhan: risiko kegagalan bank patuh terhadap hukum, peraturan, dan perundangan yang berlaku